Sejarah Singkat Kinbaku: The Art Of Japanese Bondage
Kinbaku, makna mengikat ketat, adalah jenis perbudakan Jepang, dihargai baik untuk daya tarik estetis dan seksual. Teknik ini berakar pada Era Edo feodal, tetapi bukan bentuk seni seksual sampai abad ke-20.
Di Jepang, tali telah memainkan peran budaya yang signifikan selama ribuan tahun. Tentu saja itu digunakan untuk alasan praktis, seperti untuk mengoperasikan pulley dan memegang kimono tertutup, tetapi juga untuk yang spiritual: Shinto shimenawa (tali pemurni), atau perbatasan cincin sumo.
Kinbaku menggunakan tali untuk mendekorasi dasi dan menahan tubuh untuk tujuan kesenangan erotis. Empu kinbaku yang dibumbui atau bakushi mengatakan seni butuh waktu bertahun-tahun untuk dikuasai dan sulit dikenali di dunia pornografi massal yang diproduksi hari ini. Hanya di Barat, istilahnya shibari, yang tidak mengacu pada jenis ikatan tertentu di Jepang, digunakan secara bergantian dengan kinbaku.
Selama Zaman Edo, tali digunakan sebagai pengekangan dan hukuman. Teknik tertentu dikembangkan, termasuk beberapa yang terus digunakan saat ini, seperti “ikat udang”. Tetapi perbudakan sebagai seni seksual tidak meluas sampai 1900 awal. Pada saat itu, teater kabuki mulai memperindah perbudakan penyiksaan ini, yang dikenal sebagai hojojutsu, dan tambahkan ke tindakan mereka. Hojojutsu harus dilunakkan demi keamanan dan agar menarik bagi audiens secara visual.
Pornografi di media cetak, sebagai ilustrasi dan fotografi, lepas landas selama era pasca-perang. Budaya fetish bondage bawah tanah dan kinbaku-bi (keindahan perbudakan) menemukan audiens di majalah seperti Kitan Club serta Uramado, dan sejak itu memiliki pengikut setia. Hari ini, kinbaku juga dihargai sebagai pertunjukan panggung, dalam dunia seni kontemporer, dan tetap menjadi aspek yang menarik dari budaya jimat.